Berikut ini adalah terjemahan
ringkas dari bagian buku tulis Syaikh Ibrahim bin Shaleh Al-Khudhoiri (ulama
Saudi Arabia), yang berjudul : Ahkam Al-Masajid fi Asy-Syari’ah 1, hal. 205-210,
terbitan Kementerian Urusan Islam, Waqaf, Dakwah dan Al-Irsyad, Saudi Arabia,
tahun 1419 H. Syaikh Al-Khudhoiri mengatakan :
Masalah ke Enam :
Berdiamnya Wanita di Masjid.
Adapun hadirnya kaum wanita di
masjid-masjid dan berdiamnya mereka disana adalah masalah yang kita bahas
sekarang ini.
Maka dengan pertolongan Allah
aku katakan : Dibolehkan bagi wanita untuk keluar ke masjid dan sholat bersama
jama’ah di belakang shafnya laki-laki. Jika mereka hadir (di masjid) hendaknya
mereka berpakaian tertutup, sopan, tidak berhias dan tidak menggunakan
wangi-wangian. Sehingga terjamin tidak menimbulkan fitnah dan suami
mengizinkan. Dalil-dalilnya sebagai berikut :
1. Dari Ibnu ‘Umar r.a dari Nabi
s.a.w beliau bersabda :
“Jika
wanita-wanita kamu meminta izin kamu untuk pergi ke masjid malam hari,
izinkkanlah mereka." (Muttafaq’ alaih).
Ini lafadh yang
ada pada riwayat Al-Bukhari. Sedangkan keduanya (Al-Bukhari dan Muslim) juga
meriwayatkan dengan lafadh :
“Berilah izin bagi wanita untuk
pergi ke masjid malam hari”
Isyarat Dalil :
Jika kaum
laki-laki diperintahkan mengizinkan wanita-wanita mereka untuk berjalan malam
hari ke masjid, padahal (malam hari itu) kondisinya menakutkan, maka
mengizinkan pergi ke masjid siang hari lebih utama.
Dalil ini
menunjukkan bahwa wanita dibolehkan menghadiri sholat jama’ah laki-laki di
masjid untuk melaksanakan sholat bersama mereka.
2. Dari Ibnu ‘Umar ia berkata :
“Ada salah seorang istrinya Umar biasa hadir sholat jama’ah
subuh dan isya’ di masjid. Maka dia orang bertanya kepadanya : Mengapa kamu
keluar rumah (ke masjid) padahal kamu tahu bahwa ‘Umar tidak menyukai dan
cemburu? Ia menjawab : (Tahukah kamu) apa yang mencegahnya untuk melarangku?
Orang itu menjawab : Yang mencegah dia adalah sabda RasuluLlah s.a.w : Jangan
kamu melarang hamba-hamba perempuan Allah untuk pergi ke masjid-masjid Allah. “
(Muttafaqun
‘Alaih)
Pada riwayat Abu
Dawud ada tambahan :
“Hendaknya perempuan pergi
kemasjid tanpa wangi-wangian.
Isyarat Dalil :
Bawa Nabi s.a.w
melarang laki-laki untuk melarang kaum wanita pergi ke rumah-rumah Allah. Ini
menunjukkan bahwa larangan perempuan ke masjid tanpa alasan yang jelas adalah
HARAM menurut syari’at. Meskipun demikian, kaum wanita itu diperintahkan ke
masjid tanpa berhias dan tanpa wangi-wangian. Ini sesuai dengan riwayat Muslim
bahwa Zainab istri Ibnu Mas’ud berkata : Telah bersabda RasuluLlah s.a.w kepada
kami (kaum wanita) :
“Jika seorang diantara kamu
hadir ke masjid maka janganlah memakai wangi-wangian."
3. Dari Ibnu ‘Umar bahwa RasuluLlah
s.a.w bersabda :
“...Alangkah
baiknya jika pintu ini kita khususkan untuk kaum wanita”, Maka sejak itu Ibnu
;Umar tidak pernah masuk melalui pintu itu lagi sampai wafat. “ (HR. Abu Daud)
Isyarat
Dalil :
RasuluLlah
s.a.w menyampaikan keinginannya untuk mengkhususkan satu pintu masjid untuk
kaum wanita, maka para shahabat menta’ati apa yang beliau perintahkan. Ini
menunjukkan bahwa pada zaman Nabi s.a.w, wanita yang hadir ke masjid Nabi s.a.w
banyak. Sebab hal itu memang dibolehkan untuk mereka.
4.
Dari
Aisyah RA :
“RasuluLlah s.a.w biasa sholat shubuh
dalam suasana masih gelap, maka istri-istri orang-orang beriman itu ketika
pulang tidak dikenali karena masih gelap, atau mereka tidak mengenali satu sama
lain." (HR. Al-Bukhari)
Isyarat
Dalil :
Aisyah RA
menyebutkan mereka sebagai istri-istri orang-orang beriman (bukan istri-istri
orang munafiq. Pen.) bahwa mereka sholat berjama’ah di masjid pada masa Nabi
s.a.w, yaitu bersama beliau di masjidnya.
5.
Dari
Qatadah dari Nabi s.a.w :
“Sesungguhnya aku melaksanakan sholat
(bermaksud) memanjangkan lalu aku mendengar tangisan bayi, maka aku cepatkan
sholatku karena tidak suka membebani ibunya." (HR. Al-Bukhori)
Isyarat
Dalil :
Nabi s.a.w
ekstra meringankan (memendekkan) sholat karena timbang rasa kepada kaum wanita
yang sholat dibelakangnya. Ini menunjukkan bahwa wanita boleh sholat berjama’ah
ataupun berdia di masjid untuk menunggu sholat.
6.
Dari
Abu Hurairah r.a bahwa Nabi s.a.w setelah usai sholat subuh mendatangi kaum
wanita di masjid, beliau berdiri di depan mereka, lalu bersabda :
“Wahai kaum wanita, hendaklah kalian
rajin bersedekah, sebab sesungguhnya aku tudak melihat orang-orang yang akalnya
kurang-atau agama (kurang) yang lebih mampu mengobati hati orang-orang yang
mempunyai akal dari pada kamu. Dan sesungguhnya aku melihat bahwa kebanyakan
nantinya penghuni neraka pada hari Kiamat dari kelompok kamu. Untuk itu
hendaklah kamu berusaha mendekatkan diri kepada Allah memampu kamu. “ (HR.
Muslim)
Isyarat
Dalil :
Dalil ini
menunjukkan bolehnya kaum wanita berdiam di masjid setelah sholat untuk
mendengarkan nasihat atau semisalnya. Dan berdiam diri di masjid itu suatu
tuntutan syar’at ketika ada manfa’at yang jelas bagi mereka.
7.
Dari
Ummu Salamah :
“biasa RasuluLlah s.a.w apabila telah
salam kaum wanita berdiri (untuk pergi) ketika beliau selesai salam. Sedangkan
Nabi berdiam sejenak sebelum berdiri. “
Ibnu Syihab mengatakan : Aku berpendapat
–waLlahu a’lam—bahwa berdiamnya beliau adalah agar para wanita pergi duluan
sebelum kaum laki-laki pergi. " (HR. Al-Bukhari)
Isyarat
Dalil :
Bagi wanita
diutamakan agar tidak meninggalkan masjid bersama-sama kaum pria, melainkan
supaya mereka sepat meninggalkan masjid sebelum kaum pria meninggalkannya.
Sebab yang demikian itu lebih tertutup bagi mereka dan lebih terhormat, dan
supaya (di rumah) mereka bisa menyambut suami-suami mereka dan (menyambut)
kemungkinan adanya tamu yang datang bersama, dan untuk menegakkan kewajiban
yang telah ditetapkan Allah atas mereka terhadap para suami.
Secara umum semua dalil-dalil
tadi menguatkan bahwa wanita punya hak untuk sholat bersama jama’ah di masjid,
untuk berdiam di masjid, dengan syarat suami mengizinkan, dan tidak halal bagi
suami untuk mencegahnya, kecuali jika (dalam kondisi tertentu) dikhawatirkan
terjadinya bahaya atas wanita atau timbul bahaya dari padanya.
Seandainya ada orang yang
mengatakan : Wanita di zaman kita punya kebiasaan buruk untuk berhias dan
mempercantik diri, maka jika mereka diperboleh pergi ke masjid tentulah terjadi
kerusakan besar di masyarakat. Padahal ‘Aisyah RadhiyaLlahu ‘anhu telah
menyatakan : Seandainya RasuluLlah s.a.w melihat apa yang dilakukan kaum wanita
sekarang ini tentulah beliau melarang mereka pergi (ke masjid), sebagaimana
kaum wanita Israel pernah dilarang. (Muttafaq ‘alaih). Sedangkan hadirnya
wanita di zaman Nabi s.a.w (ikut sholat berjama’ah) adalah kekhususan untuk
beliau, bukan untuk yang lain.
Maka kepada mereka saya menjawab
sebagai berikut . : Sesungguhnya perkataan ‘Aisyah tidak bertentangan dengan
hadist-hadist shahih tadi, sebab itu adalah qaul shohabi (ucapan shahabat bukan
hadist Nabi s.a.w. pen.). Disamping itu ia (‘Aisyah RA) tidak bermaksud
meniadakan hkum syari’at (tentang pembolehan wanita ikut berjama’ah di masjid)
melainkan hanya menjelaskan SEANDAINYA beliau (Nabi) melihat keadaan
(perbuatan) kaum wanita di zamannya ‘Aisyah .. tentu beliau melarang wanita
untuk pergi ke masjid..
Adapun ucapan bahwa hal itu
khusus untuk RasuluLlah s.a.w maka hal itu memerlukan dalil yang jelas, padahal
dalil seperti itu TIDAK ADA. Kemudian dari ‘Aisyah bisa difahami
kecenderungannya untuk mencegah wanita pergi ke masjid, namun seandainya beliau
secara tegas melarang maka itupun tidak bisa dijadikan hujjah/argumen, karena
hal itu bertentangan dengan hadist-hadist yang jelas.
Dengan demikian sudah jelas bagi
Anda shohihnya perkataan yang membolehkan hadirnya wanita untuk ikut sholat
berjama’ah di masjid bersama pria-pria muslim, selama mereka menjaga adab-adab
Islam yang agung.
Renungan Sholat Berjama'ah/M.Zubaidi/bab. 12/Wanita dan Masjid/hal.40-46