1). Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan
“Allah Yang Maha Pengasih akan
merahmati orang-orang yang berbuat baik,” sabda Nabi s.a.w. Berbuat baiklah
kalian kepada yang ada di bumi, maka Zat yang dilangit akan membalas
kebaikanmu.
2). Apapun yang terjadi merupakan kehendak Allah
Ketika beberapa orang menyatakan
akan menjaga Khalifah Ali bin Abi Thalib, beliau berkata, “Takdirlah yang akan
menjaga seseorang”.
Menurut beberapa riwayat, ia juga
mengatakan, “Tak seorangpun akan merasakan kelezatan iman hingga ia menyadari
bahwa ia tidak akan dapat menghindari apa-apa yang menimpanya, ataupun
mengharapkan apa-apa yang hilang darinya”.
3). Tetap tabah dalam penderitaan
Semasa Dinasti Abbasiyah, muncul
Mazhab Mu’tazilah menimbulkan konfrontasi di kalangan muslimin. Akibatnya
antara lain, Imam Ahmad bin Hanbal mendapatkan hukuman keras karena menolak
untuk mengubah keyakinan yang dianutnya.
Hafidz bin Hajar menceritakan bahwa
Imam Ahmad mengalami siksaan luar biasa, yang gajah pun akan lari tunggang
langgang bila siksaan itu ditimpakan pada dirinya. Tapi Ahmad tetap tegar.
4). Usaha yang paling mulia adalah dakwah
fisabi-lillah
Nabi Muhammad berkata, “Hidayah yang
diberikan Allah SWT melalui kalian (yaitu orang yang berdakwah) kepada satu
orang saja, lebih besar nilainya daripada seluruh apa yang berada di bawah
matahari.
5). Mendoakan kebaikan meski disakiti
Pada suatu ketika, Rasulullah dan
kaum muslimin mengepung Thaif lebih dari duapuluh hari. Ketika dirasakan sangat
berat untuk meneruskan kepungan, beliau menyuruh mereka untuk mundur.
Kaum muslimin kemuadian menyarankan
Rasulullah untuk mengutuk pemimpin Bani Tsaqif. Lalu beliaupun menegadahkan
tangan kelangit dan berdoa, “Ya Allah, berilah hidayah kepada Bani Tsaqif,
bawalah mereka ke dalam pangkuan Islam”.
Demikian
pula yang dilakukan Rasulullah ketika disarankan untuk mengutuk Bani Daus yang
memberontak dan tidak mau beriman. Beliau berdoa, “Ya Allah, berilah hidayah
kepada Bani Daus dan bawalah mereka ke pangkuan Iman”.
6). Perbuatan baik menjadi sia-sia karena takabur
Banu Athaullah As-Sikandari menulis
dalam bukunya Al-Hikam, “Dosa yang menyebabkan pelakunya sadar dan mengakui
kesalahannya, lebih baik daripada perbuatan baik yang menjadikan pelakunya
sombong dan takabur.
7). Zikrullah adalah perbuatan paling luhur
Abu Darda meriwayatkan bahwa
Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Maukah kuberitahu perbuatan yang
paling baik dan luhur di sisi Allah, yang akan mengangkat derajat kalian
dihadapan Allah, yang lebih baik dari perniagaan emas dan perak, bahkan lebih
baik daripada memerangi musuhmu, menebas leher-leher mereka?”
“Beritahu kami, wahai Rasulullah,”
ucap mereka.
“Zikrullah, selalu mengingat Allah,”
sahut Nabi.
8). Orang yang cakap dan berbudi adalah harta
paling berharga
Zaid bin Aslam meriwayatkan dari
ayahnya, bahwa Khalifah Umar bin Khattab bertanya kepada beberapa sahabatnya
mengenai keinginan mereka. “Saya ingin istana ini penuh dengan uang, sehingga
saya dapat memanfaatkannya di jalan Allah,” ujar salah seorang dari mereka.
Yang lain mengatakan ingin emas, dan yang lainnya ingin permata, agar dapat
digunakan untuk kemakmuran Islam.
Umar berkata, “Saya menginginkan
sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian sebutkan. Saya ingin istana ini
penuh dengan orang seperti Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Muadz bin Jabal, dan
Hudzaifah bin Al-Yaman, agar mereka dapat saya gunakan untuk bekerja di jalan
Allah.”
9). Syarat-syarat pemimpin
Berkaitan dengan hubungan dekatnya
dengan Khalifah Umar, Abdullah bin Abbas mengatakan ia melayani beliau lebih
baik daripada anggita rumah tangganya sendiri, hingga beliau dahulu
mendudukkannya di sampingnya dan menunjukkan penghormatan yang besar.
Ia menceritakan bahwa pada suatu saat,
ketika ia berdua bersama Khalifah di rumahnya, tiba-tiba beliau menghela nafas
panjang seolah-olah nyawanya akan lepas. Abdullah bertanya, “Apakah Anda sedang
sangat prihatin, hingga menghela nafas panjang begitu?”
“Ya, memang,” ujar Khalifah Umar, seraya
meminta Abdullah mendekat. Ia mengkhawatirkan ketiadaan orang yang mampu
menjalankan kekhalifahan ini. Abdullah bin Abbas kemudian menyebutkan enam
nama, kalau-kalau beliau belum mengetahui kemampuannya.
Umar memberikan komentarnya satu per
satu mengenai orang-orang tersebut, kemudian berkata, “Yang mampu memangku
kekhalifahan ini adalah orang yang tegas tapi tidak sewenang-wenang, lembut
tapi tidak lemah, murah hati tapi tidak boros, hemat tapi tidak kikir. Hanya
orang seperti itulah yang mampu”.
Menurut Abdullah bin Abbas, hanya
Umar sendirilah yang memenuhi syarat-syarat tersebut.
10). Sikap yang dekat dengan pemimpin
Abdullah bin Abbas menceritakan
bahwa pada suatu saat ayahnya berkata kepadanya, “Anakku, aku lihat Amirul
Mukminin Umar bin Al-Khattab mengundangmu dalam setiap rapatnya dan
menjadikanmu orang kepercayaannya. Ia juga meminta nasihat kepadamu seperti
yang ia lakukan kepada para sahabatnya. Aku ingin memberimu tiga nasihat yang
sangat berguna : pertama, takutlah kepada Allah, jangan sampai Umar berkata
bahwa engkau berbohong padanya; kedua, jagalah rahasia-rahasianya, dan ketiga,
jangan menceritakan penderitaan siapapun di hadapannya”.
Amir berkomentar, nasihat tersebut
lebih baik dari ribuan nasihat lainnya. “Lebih baik dari puluhan ribu,” lanjut
Abbas.
11). Bisikan jahat menimbulkan petaka
Aisyah meriwayatkan sabda Nabi,
“Jika Allah menghendaki kebaikan dalam kekuasaan seseorang , Ia mengutus
malaikat yang akan mengingatkan firman-firman Tuhannya bila ia lupa dan
membantunya di saat ia ingat. Begitu pula bila Allah menhendaki sebaliknya, Ia
akan menjadikan iblis sebagai penasihatnya, yang tidak akan menginatkan apabila
ia lupa, dan tidak membantunya di kala ingat.
12). Ucapan lisan tidak menunjukkan maksud yang
sebenarnya
Jubai bin Nufair menceritakan, suatu
hari ayahnya, Nufair, sedang duduk bersama Miqdad bin Aswad. Kemudian, lewatlah
seorang yang ketika melihat kedua sahabat Nabi tersebut berkata, “Alangkah
beruntungnya dua pasang mata itu yang telah berjumpa dengan Nabi Muhammad! Demi
Allah, seandainya kami dapat melihat apa yang mereka lihat dan memiliki
pengalaman mereka”.
Nufair sangat terkesan dengan
perkataan orang itu. Namun Miqdad memandang orang tersebut dan berkata”
“Semestinya, mereka yang diselamatkan Allah dari kehadiran di saat-saat itu tak
perlu mengingankan berada disana. Siapakah yang tahu apa yang sebenarnya mereka
lakukan pada keadaan itu? Demi Allah, banyak orang yang berjumpa dengan
Rasulullah, namun dimasukkan ke neraka oleh Allah karena tidak mempercayai ucapannya
atau beriman kepada ajaran beliau.”
13). Pengorbanan diri tanpa ketulusan total :
Sia-sia
Sebagian dari kaum muslimin menemui
ajalnya pada perang Uhud (3 Hijriyah). Ketika ibu seseorang dari mereka
mendengar kejadian tersebut, ia menangis meratapi putranya yang “syahid”.
“Diamlah,” ucap Nabi. “Bagaimana
engkau bisa tahu bahwa anakmu mati syahid? Padahal ia dahulu gemar menggunjing
dan kikir memberi sesuatu yang sama sekali tidak akan merugikan dirinya”.
14). Kesetaraan dengan Allah itu salah, meski hanya
isyarat
“Apa yang Allah kehendaki, dan
engkau kehendaki, pasti akan terjadi,” ujar seseorang kepada Nabi. Beliau pun
menunjukkan ketidaksukaan pada ucapan orang tersebut.
“Apakah kau mau menjadikan aku
setara dengan Allah?” tanya Nabi. “Lebih baik kau ucaapkan, apa yang Allah
sendiri kehendakilah yang pasti terjadi.”
15). Percayalah selalu kepada Allah
Dalam perjalanan hijrah Rasulullah
dari Makkah ke Madinah, beliau tinggal di Gua Tsur selama tiga hari. Secara
kebetulan, kaum Quraisy yang mengejar-ngejar beliau sampai di gua itu. Abu
Bakar, yang ikut serta bersembunyi, berkata, “Wahai Nabi Allah, lihatlah betapa
dekat musuh di hadapan kita. Begitu kaki mereka tampak, tentu kita akan segera
terlihat”.
“Abu Bakar,” jawab Nabi, “bagaimana
pendapatmu terhadap dua orang yang memiliki Allah sebagai ketiga?”
16). Selalu mengingat Allah di saat kritis
Ali bin Abi Thalib menceritakan
bahwa istrinya, Fatimah, yang juga putri Nabi, harus melakukan sendiri seluruh
pekerjaan rumahnya. Kedua tangannya melepuh karena menggiling gandum. Bajunya
menjadi kotor karena menyapu lantai, dan lehernya pun meninggalkan bekas hitam
karena mondar-mandir membawa air di dalam kantong kulit yang besar dari luar ke
dalam rumahnya. Pada suatu kesempatan, ketika Nabi memiliki sekelompok budak,
Ali menyarankan Fatimah agar meminta kepada ayahnya seorang budak saja untuk
membantunya di rumah.
Sebagaimana hari biasanya, Fatimah
menemui beliau, tapi saat itu banyak tamu yang sedang menemui ayahnya. Ia pung
mengurungkan niatnya untuk bertemu. Besoknya, Rasulullah datang ke rumah Ali
dan Fatimah dan menanyakan apa yang ingin disampaikannya kemarin. Tapi Fatimah
diam saja, Kemudian Ali menceritakan semuanya kepada Nabi. Namun beliau tidak
mengabulkan permintaan Fatimah agar diberi pembantu.
“Bertakwalah kepada Allah,” ujar
Nabi, “dan tunaikanlah tugasmu terhadapNya. Lakukan pekerjaan rumahmu seperti
biasanya, dan saat kalian hendak beranjak tidur, ucapkanlah Subhanallah 34
kali, Alhamdulullah 33 kali, dan Allahu Akbar 33 kali, sehingga genap hitungan
100 kali, Ucapan ini akan lebih membantu kalian daripada seorang budak.”
17). Mendengarkan akhirat disebut, ia langsung
mencabut tuntutannya
Ummu Salamah menceritakan tentang
dua orang Anshar yang mengadu kepada Rasulullah tentang perselisihan mereka
menyangkut warisan. Konflik mereka telah berlangsung lama, dan masing-masing
pihak tidak mampu medatangkan saksi.
Rasulullah berkata, “Kalian
mengadukan perselisihan dan tidak satu pun dari kalian memiliki bukti yang
cukup. Oleh karena itu aku akan menyelesaikannya menurut jalan pikiranku
sendiri. Bisa saja, berdasarkan sebagian bukti, aku selesaikan dengan keputusan
yang memenangkan salah seorang, tapi mungkin akan merampas hak orang lain.
Pihak yang menang pun seharusnya tidak mau menerima keputusan ini, karena
denfan menerimanya , ia seperti menerima bara api yang dimasukkan kelehernya
pada Hari Kebangkitan kelak”.
Mendengar ucapan Nabi ini, keduanya
langsung tersungkur dan menangis terisak-isak, “Wahai Rasulullah...,” mereka meratap, “silakan dia
mengambil seluruh bagian yang menjadi hakku.”
Atas perubahan sikap tersebut,
Rasulullah kemudian menyuruh kedua pergi dan mencari sendiri cara penyelesaian
dengan bernar dan adil, membagi warisan menjadi dua bagian dan mengambil bagian
yang menjadi hak mereka. Dengan demikian masing-masing akan rela dengan bagian
yang diterima.
18). Takut kepada Allah membuat tongkatnya terjatuh
Abu Mas’ud Anshari menuturkan, suatu
ketika ia marah kepada budaknya dan kemudian memukulnya dengan tongkat. Tiba-tiba
ia mendengar suara dari belakangnya, “Abu Mas’ud, ingatlah...” Tetapi, saking
marahnya ia tidak mengenali suara itu. Ketika didekati, barulah ia sadar bahwa
orang tersebut adalah Nabi.
“Engkau harus sadar bahwa Allah
lebih memiliki kekuasaan atasmu dibandingkan kekuasaanmu atas budakmu,” ucap
Nabi.
Mendengar itu, Abu Mas’ud
menjatuhkan tongkatnya. “Aku tidak akan memukul pembantuku lagi,” ia bersumpah,
“dan untuk mencari ridha Allah, aku membebaskan budak ini.”
“Sungguh, bila engkau tidak
melakukan hal ini, pasti api neraka akan membakarmu,” ujar nabi.
19). Takutlah hukuman Allah meskipun berhubungan
dengan orang yang lebih rendah
Sesuatu ketika Rasulullah sedang
bersama isterinya, Ummu Salamah. Beliau menyuruh pembantu wanitanya untuk
mengerjakan beberapa keperluan, tapi lama sekali ia tidak kembali. Melihat
kemarahan di wajah Rasulullah, Ummu Salamah bangkit untuk mencari tahu apa yang
terjadi.
Ia menyimngkap tirai rumah dan
menfapati pembantunya sedang bermain dendan anak-anak domba. Ia memanggilnya
sekali lagi, dan kali ini ia datang. Rasulullah saat itu sedang memegang kayu
siwak.
“Seandainya aku tidak takut
pembalasan di Hari Perhitungan,” ucapnya kepada wanita itu, “aku akan memukulmu
dengan kayu siwak ini.”
20). Permintaan terbesar kepada Allah adalah
ampunan
Diriwayatkan dari Anas bin Malik,
kaum Anshar mengalami kesulitan mengairi ladangnya, karena kekurangan tong air.
Mereka kemudian mendatangi rasulullah dengan harapan beliau dapat memenuhi
kebutuhan tong tersebut,atau merencanakan saluran yang dapat mengalirkan air
yang melimpah. Rasulullah menemui mereka dan mengucapkan salam tiga kali.
“Apapun yang kalian minta dariku
hari ini pasti akan kupenuhi,” beliau berkata. “Dan apapun yang aku minta dari
Allah untuk keperluanmu, pasti akan Ia beri”.
Mendengar ucapan Nabi tersebut
mereka berubah pikiran. “Hal terbesar yang dapat kita minta adalah akhirat,”
pikir mereka. “Mengapa kita sia-siakan kesempatan berharga ini dengan meminta
dunia?”
Mereka berkata kepada yang lain,
“Ayolah kita gunakan kesempatan ini untuk meminta ampunan kepada Allah.” Lalu
mereka berkata kepada Nabi, “Mintakanlah kami ampunan Allah”. Segera Rasulullah
berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaum Anshar, ampunilah anak-anak mereka, ampunilah isteri-isteri mereka.”
21). Menghindari Marah
Abu Hurairah meriwayatkan, seseorang
mendatangi Rasulullah dan meminta nasihat beliau. “Jangan marah,” ujar Nabi. Ia
meminta nasihat lagi, kedua kali, dan ketiga kali, dan tiap kali Rasulullah
mengulangi jawaban yang sama : “Jangan marah.”
22). Mengejar dunia, bukan Akhirat
Abu Darda bertanya kepada sekelompok
orang, “Bagaimana ini? Aku menyaksikan kalian kenyang dengan makanan, tapi
sangat lapar ilmu.”
23). Mereka gembira bertemu Allah
Semasa mudanya, Thalhah bin Barra’
mendatangi Rasulullah, bersumpah setia kepada beliau dan menerima Islam.
“Aku berada di pihakmu,” ia
bersumpah kepada Rasulullah, “Aku akan menuruti apapun perintahmu”.
“Bagaimana bila aku perintahkan
engkau memutuskan hubungan dengan orangtuamu?” tanya Nabi. (Thalhah merawat
ibunya dengan kasih sayang yang luar biasa). Segera Thalhah bin Barra’
menyatakan akan memenuhi perintah itu.
“Thalhah,” Nabi berkata kepadanya,
“agama kita tidak mengajarkan seseorang untuk memutus tali kekeluargaan. Aku
hanya ingin melihat engkau beriman dengan sepenuhnya.”
Thalhah bin Barra’ berada dalam
pangkuan Islam dan menjadi Muslim yang baik hingga hari ia meninggal. Ketika ia
berada dalam sakaratul maut, Rasulullah datang menjenguknya dan mendapatinya
dalam keadaan tidak sadarkan diri. “Aku kira Thalhah akan meninggal malam ini,”
kata Nabi. Kemudian Nabi pulang dan berpesan agar diberitahu apabila Thalhah
siuman.
Tengah malam, sebelum akhirnya ia
benar-benar meninggal, Thalhah berpesan agar Rasulullah tidak usah diganggu di
malam yang telah begitu larut. “Bila beliau dalang malam ini, mungkin beliau
akan diserang musuh, atau digigit binatang berbahaya,” katanya, berusaha
mencegah.
Thalhah meninggal dunia malam itu,
dan Rasulullah tidak diberitahu hingga selesai shalat Subuh. Rasulullah kemudian
berdoa, “Ya Allah, sambutlah Thalhah dalam keadaan Engkau dan dia saling
bersukacita karena bertemu.”
24). Yang terpenting adalah yang di dalam dada
Rasulullah menerima keluhan tentang
kelakuan Abdullah ibn Hudzaifah. Dikatakan bahwa ia terlalu banyak berkelakar
dan bertingkah konyol.
“Biarkanlah dia,” kata Nabi, “di
dalam lubuk hatinya, dia memiliki kecintaan yang besar kepada Allah dan
NabiNya.”
25). Memberikan dukungan penuh
Abu Bakar memanggil seluruh
sahabatnya dan mengutarakan keinginannya untuk mengirim pasukan ke Syiria.
“Allah akan memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin dan menegakkan
kalimatNya,” ujar Abu Bakar.
Dalam perundingan berikutnya,
beberapa sahabat menolak keinginan Abu Bakar itu. Namun setelah melewati
diskusi-diskusi singkat, seluruhnya—tanpa seorang pun yang berbeda
pendapat—meminta Abu Bakar melaksanakan apa-apa yang dia anggap benar.
Mereka memberikan jaminan : “Kami
tidak akan melawan maupun menyalahkanmu.”
26). Dalam dua kemungkinan
Rasulullah seringkali berdoa, “Wahai
yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam iman”. Saking
seirngnya Rasulullah mengucapkan doa ini dalam setiap kesempatan, isteri
beliau, Aisyah, pernah bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa sering benar engkau
ucapkan doa itu?”
Rasulullah kemudia menjelaskan,
“Setiap hati manusia berada di antara dua ‘jari’ Allah, Apabila Ia menginginkan
hati seseorang lurus, Ia akan jadikan hati itu lurus. Dan bila Ia
menginginkannya bengkok, Ia pun akan menjadikannya bengkok.”
27). Hati dan lidah: keduanya baik dan buruk
Luqman Al-Hakim, seorang budak
Abessinia, suatu ketika diminta majikannya untuk menyembelih seekor domba dan
mehidangkan baginya dua kerat daging yang terbaik. Luqman melaksanakan perintah
tersebut, memasaknya dan mehidangkan lidah dan hati.
Beberapa hari kemudian, sang majikan
menyuruhnya menyembelih lagi seekor domba, dan kali ini memintanya mehidangkan
dua kerat daging yang paling jelek. Luqman pun melaksanakannya, namun
menghidangkan daging yang sama, yaitu lidah dan hati.
Majikannya lalu bertanya, mengapa
Luqman membawakan daging yang sama untuk kedua permintaannya tersebut.
“Bila keduanya (lidah dan hati)
baik,” jawab Luqman, “tidak ada yang sanggup menandinginya. Tapi, bila keduanya
rusak, tidak ada yang lebih buruk daripadanya.”
28). Bersedia demi ketaatan kepada Nabi
Ketika Mughirah bin Syu’bah
mengatakan kepada Nabi keinginannya menikahi putri seseorang, beliau
menyuruhnya untuk bertemu dan melihat gadis itu terlebih dahulu. Ia pun lalu
melaksanakan saran Nabi tersebut dengan memberitahu orangtua si gadis
keinginannya dan perintah Nabi. Namun, orangtua itu menolak anak perempuannya
menemui lelaki yang tidak dikenalnya.
Tiba-tiba gadis tersebut, yang
berada di sebelah dan mendengarkan pembicaraan mereka, berkata, “Bila Rasulullah
telah memerintahkanmu, maka temuilah aku. Namun bila tidak, demi Allah, aku
mohon jangan.”
29). Ketulusan dan
kesalehan adalah esensi Islam
Utsman bin Affan meriwayatkan,
Rasulullah pernah berkata bahwa beliau mengetahui pengakuan mana yang akan menyelamatkan
seseorang dari api neraka, yang mutlak muncul dari lubuk hati seseorang. Umar
mencoba menjelaskan bahwa pernyataan itu merupakan pengakuan kepada para
sahabat.
Menurut Umar, ucapan Nabi itu adalah
pengakuan akan ketulusan hati yang telah ditetapkan Allah kepada Nabi dan para
sahabat, dan pengakuan keilahian seperti yang dimohonkan Nabi agar diucapkan
oleh paman beliau Abu Thalib ketika terbaring sekarat.
Inti pernyataan tersebut adalah
pengakuan bahwa tiada yang patut disembah selain Allah.
30). Iman yang benar
menyikapi kegaiban
Malik bin Anas meriwayatkan bahwa
Muadz bin Hanbal mendatangi Rasulullah dan beliau menanyakan Kabar Muadz. “Aku
dalam keadaan beriman kepada Allah,” jawab Muadz
“Setiap pertanyaan pasti mengandung
sebab dan makna. Apa maksud pernyataanmu tadi?” tanya Rasulullah.
Muadz kemudian berkata bahwa ia
tidak pernah sekalipun bangun di pagi hari sembari yakin masih akan hidup di
sore harinya, dan di malam hari ia tidak berpikir akan angun keesokan harinya.
Demikian pula, setiap satu langkah ia tidak bisa memastikan apakah ia akan bisa
melangkah lagi.
“seolah-olah aku menyaksikan
sekelompok manusia, bersimpuh, dipanggil untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Bersama mereka adalah nabi-nabi mereka, para panutan mereka, yang
dahulu mereka harapkan pertolongannya di samping Allah. Seolah-olah aku melihat
dengan mata kepala sendiri, bagaimana orang-orang yang disiksa di neraka, dan
orang-orang yang dikaruniai surga”.
“Muadz,” ujar Nabi, “engkau telah
mencapai makrifat. Jagalah jangan sampai engkau kehilangannya.”
31). Al-Qur’an
adalah peringatan, bukan sekadar bacaan
Aisyah mendengar beberapa orang
membaca al-Qur’an sepanjang malam, menghantamkannya sekaligus, bahkan dua kali
dalam semalam.
“Apalah artinya bila al-Qur’an hanya
dibaca belaka?” ucap Aisyah. “Dulu aku selalu bangun malam hari bersama
Rasulullah, dan yang dibaca adalah surat Al-Baqarah, Ali ‘Imran, dan An-Nissa.
“Ketika bacaan beliau sampai pada
ayat-ayat peringatan, beliau langsung berdoa kepada Allah, memohon perlindunganNya.
Dan bila sampai pada ayat-ayat yang berisi kabar gembira, beliau berdoa kepada
Allah dan menyampaikan keinginannya atas apa –apa yang disebutkan dalam ayat
tersebut.
32). Jalanilah
penderitaan dengan sabar, maka kelak dosamu akan dihapuskan
Suatu ketika Abu bakar membaca ayat
ini dihadapan Rasulullah : “Barangsiapa mengerjakan kejahatan, ia akan dibalas
dengan kejahatan itu, dan ia tidak mendapatkan pelindung dan tidak pula
(mendapatkan) penolong” (QS : An-Nissa : 123)
Abu Bakar lalu bertanya, “Bagaimana
keadaan kita bisa menjadi baik, bila kita dibalas dengan kejahatan yang kita
lakukan?”
“Semoga Allah mengampunimu, ya Abu
Bakar,” ujar Nabi. “Pernahkah engkau ditimpa sakit, kepayahan, dan kesukaran?
Bukankah engkau kadangkala dirundung kesulitan? Tidakkah engkau sekarang dan
nanti akan berbuat kekeliruan?”
Abu Bakar mengiyakan.
“Nah, itulah pembalasan di dunia ini
atas dosa-dosamu.”
33). Belasungkawa untuk si miskin
Pernah terjadi, seorang wanita
tukang sapu masjid, meninggal dunia. Ia berkulit hitam dan agak kurang waras,
dan karenanya sedikit sekali yang menghadiri pemakamannya. Mereka yang hadir
pun merasa tidak perlu memberitahu Rasulullah.
Ketika akhirnya Nabi tahu, beliau
meminta supaya lain kali ia diberitahu jika ada di antara kaum muslimin yang
meninggal dunia. Siapa saja—tanpa memandang statusnya.
Buku
Kecil Kearifan Islam/Maulana Wahiduddin Khan/Seri Satu/Orang-orang yang
Beriman/hal.1-34