Minggu, 12 Agustus 2012

Buku Kecil Kearifan Islam / Seri Satu / Maulana Wahiduddin Khan / Orang-orang yang Beriman (1-33) (selesai)


1). Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan
            “Allah Yang Maha Pengasih akan merahmati orang-orang yang berbuat baik,” sabda Nabi s.a.w. Berbuat baiklah kalian kepada yang ada di bumi, maka Zat yang dilangit akan membalas kebaikanmu.

2). Apapun yang terjadi merupakan kehendak Allah
            Ketika beberapa orang menyatakan akan menjaga Khalifah Ali bin Abi Thalib, beliau berkata, “Takdirlah yang akan menjaga seseorang”.
            Menurut beberapa riwayat, ia juga mengatakan, “Tak seorangpun akan merasakan kelezatan iman hingga ia menyadari bahwa ia tidak akan dapat menghindari apa-apa yang menimpanya, ataupun mengharapkan apa-apa yang hilang darinya”.

3). Tetap tabah dalam penderitaan
            Semasa Dinasti Abbasiyah, muncul Mazhab Mu’tazilah menimbulkan konfrontasi di kalangan muslimin. Akibatnya antara lain, Imam Ahmad bin Hanbal mendapatkan hukuman keras karena menolak untuk mengubah keyakinan yang dianutnya.
            Hafidz bin Hajar menceritakan bahwa Imam Ahmad mengalami siksaan luar biasa, yang gajah pun akan lari tunggang langgang bila siksaan itu ditimpakan pada dirinya. Tapi Ahmad tetap tegar.

4). Usaha yang paling mulia adalah dakwah fisabi-lillah
            Nabi Muhammad berkata, “Hidayah yang diberikan Allah SWT melalui kalian (yaitu orang yang berdakwah) kepada satu orang saja, lebih besar nilainya daripada seluruh apa yang berada di bawah matahari.

5). Mendoakan kebaikan meski disakiti
            Pada suatu ketika, Rasulullah dan kaum muslimin mengepung Thaif lebih dari duapuluh hari. Ketika dirasakan sangat berat untuk meneruskan kepungan, beliau menyuruh mereka untuk mundur.
            Kaum muslimin kemuadian menyarankan Rasulullah untuk mengutuk pemimpin Bani Tsaqif. Lalu beliaupun menegadahkan tangan kelangit dan berdoa, “Ya Allah, berilah hidayah kepada Bani Tsaqif, bawalah mereka ke dalam pangkuan Islam”.
Demikian pula yang dilakukan Rasulullah ketika disarankan untuk mengutuk Bani Daus yang memberontak dan tidak mau beriman. Beliau berdoa, “Ya Allah, berilah hidayah kepada Bani Daus dan bawalah mereka ke pangkuan Iman”.

6). Perbuatan baik menjadi sia-sia karena takabur
            Banu Athaullah As-Sikandari menulis dalam bukunya Al-Hikam, “Dosa yang menyebabkan pelakunya sadar dan mengakui kesalahannya, lebih baik daripada perbuatan baik yang menjadikan pelakunya sombong dan takabur.

7). Zikrullah adalah perbuatan paling luhur
            Abu Darda meriwayatkan bahwa Rasulullah bertanya kepada para sahabat, “Maukah kuberitahu perbuatan yang paling baik dan luhur di sisi Allah, yang akan mengangkat derajat kalian dihadapan Allah, yang lebih baik dari perniagaan emas dan perak, bahkan lebih baik daripada memerangi musuhmu, menebas leher-leher mereka?”
            “Beritahu kami, wahai Rasulullah,” ucap mereka.
            “Zikrullah, selalu mengingat Allah,” sahut Nabi.

8). Orang yang cakap dan berbudi adalah harta paling berharga
            Zaid bin Aslam meriwayatkan dari ayahnya, bahwa Khalifah Umar bin Khattab bertanya kepada beberapa sahabatnya mengenai keinginan mereka. “Saya ingin istana ini penuh dengan uang, sehingga saya dapat memanfaatkannya di jalan Allah,” ujar salah seorang dari mereka. Yang lain mengatakan ingin emas, dan yang lainnya ingin permata, agar dapat digunakan untuk kemakmuran Islam.
            Umar berkata, “Saya menginginkan sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian sebutkan. Saya ingin istana ini penuh dengan orang seperti Abu Ubaidah bin Al-Jarrah, Muadz bin Jabal, dan Hudzaifah bin Al-Yaman, agar mereka dapat saya gunakan untuk bekerja di jalan Allah.”

9). Syarat-syarat pemimpin
            Berkaitan dengan hubungan dekatnya dengan Khalifah Umar, Abdullah bin Abbas mengatakan ia melayani beliau lebih baik daripada anggita rumah tangganya sendiri, hingga beliau dahulu mendudukkannya di sampingnya dan menunjukkan penghormatan yang besar.
            Ia menceritakan bahwa pada suatu saat, ketika ia berdua bersama Khalifah di rumahnya, tiba-tiba beliau menghela nafas panjang seolah-olah nyawanya akan lepas. Abdullah bertanya, “Apakah Anda sedang sangat prihatin, hingga menghela nafas panjang begitu?”
            “Ya, memang,” ujar Khalifah Umar, seraya meminta Abdullah mendekat. Ia mengkhawatirkan ketiadaan orang yang mampu menjalankan kekhalifahan ini. Abdullah bin Abbas kemudian menyebutkan enam nama, kalau-kalau beliau belum mengetahui kemampuannya.
            Umar memberikan komentarnya satu per satu mengenai orang-orang tersebut, kemudian berkata, “Yang mampu memangku kekhalifahan ini adalah orang yang tegas tapi tidak sewenang-wenang, lembut tapi tidak lemah, murah hati tapi tidak boros, hemat tapi tidak kikir. Hanya orang seperti itulah yang mampu”.
            Menurut Abdullah bin Abbas, hanya Umar sendirilah yang memenuhi syarat-syarat tersebut.

10). Sikap yang dekat dengan pemimpin
            Abdullah bin Abbas menceritakan bahwa pada suatu saat ayahnya berkata kepadanya, “Anakku, aku lihat Amirul Mukminin Umar bin Al-Khattab mengundangmu dalam setiap rapatnya dan menjadikanmu orang kepercayaannya. Ia juga meminta nasihat kepadamu seperti yang ia lakukan kepada para sahabatnya. Aku ingin memberimu tiga nasihat yang sangat berguna : pertama, takutlah kepada Allah, jangan sampai Umar berkata bahwa engkau berbohong padanya; kedua, jagalah rahasia-rahasianya, dan ketiga, jangan menceritakan penderitaan siapapun di hadapannya”.
            Amir berkomentar, nasihat tersebut lebih baik dari ribuan nasihat lainnya. “Lebih baik dari puluhan ribu,” lanjut Abbas.

11). Bisikan jahat menimbulkan petaka
            Aisyah meriwayatkan sabda Nabi, “Jika Allah menghendaki kebaikan dalam kekuasaan seseorang , Ia mengutus malaikat yang akan mengingatkan firman-firman Tuhannya bila ia lupa dan membantunya di saat ia ingat. Begitu pula bila Allah menhendaki sebaliknya, Ia akan menjadikan iblis sebagai penasihatnya, yang tidak akan menginatkan apabila ia lupa, dan tidak membantunya di kala ingat.

12). Ucapan lisan tidak menunjukkan maksud yang sebenarnya
            Jubai bin Nufair menceritakan, suatu hari ayahnya, Nufair, sedang duduk bersama Miqdad bin Aswad. Kemudian, lewatlah seorang yang ketika melihat kedua sahabat Nabi tersebut berkata, “Alangkah beruntungnya dua pasang mata itu yang telah berjumpa dengan Nabi Muhammad! Demi Allah, seandainya kami dapat melihat apa yang mereka lihat dan memiliki pengalaman mereka”.
            Nufair sangat terkesan dengan perkataan orang itu. Namun Miqdad memandang orang tersebut dan berkata” “Semestinya, mereka yang diselamatkan Allah dari kehadiran di saat-saat itu tak perlu mengingankan berada disana. Siapakah yang tahu apa yang sebenarnya mereka lakukan pada keadaan itu? Demi Allah, banyak orang yang berjumpa dengan Rasulullah, namun dimasukkan ke neraka oleh Allah karena tidak mempercayai ucapannya atau beriman kepada ajaran beliau.”

13). Pengorbanan diri tanpa ketulusan total : Sia-sia
            Sebagian dari kaum muslimin menemui ajalnya pada perang Uhud (3 Hijriyah). Ketika ibu seseorang dari mereka mendengar kejadian tersebut, ia menangis meratapi putranya yang “syahid”.
            “Diamlah,” ucap Nabi. “Bagaimana engkau bisa tahu bahwa anakmu mati syahid? Padahal ia dahulu gemar menggunjing dan kikir memberi sesuatu yang sama sekali tidak akan merugikan dirinya”.

14). Kesetaraan dengan Allah itu salah, meski hanya isyarat
            “Apa yang Allah kehendaki, dan engkau kehendaki, pasti akan terjadi,” ujar seseorang kepada Nabi. Beliau pun menunjukkan ketidaksukaan pada ucapan orang tersebut.
            “Apakah kau mau menjadikan aku setara dengan Allah?” tanya Nabi. “Lebih baik kau ucaapkan, apa yang Allah sendiri kehendakilah yang pasti terjadi.”

15). Percayalah selalu kepada Allah
            Dalam perjalanan hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah, beliau tinggal di Gua Tsur selama tiga hari. Secara kebetulan, kaum Quraisy yang mengejar-ngejar beliau sampai di gua itu. Abu Bakar, yang ikut serta bersembunyi, berkata, “Wahai Nabi Allah, lihatlah betapa dekat musuh di hadapan kita. Begitu kaki mereka tampak, tentu kita akan segera terlihat”.
            “Abu Bakar,” jawab Nabi, “bagaimana pendapatmu terhadap dua orang yang memiliki Allah sebagai ketiga?”

16). Selalu mengingat Allah di saat kritis
            Ali bin Abi Thalib menceritakan bahwa istrinya, Fatimah, yang juga putri Nabi, harus melakukan sendiri seluruh pekerjaan rumahnya. Kedua tangannya melepuh karena menggiling gandum. Bajunya menjadi kotor karena menyapu lantai, dan lehernya pun meninggalkan bekas hitam karena mondar-mandir membawa air di dalam kantong kulit yang besar dari luar ke dalam rumahnya. Pada suatu kesempatan, ketika Nabi memiliki sekelompok budak, Ali menyarankan Fatimah agar meminta kepada ayahnya seorang budak saja untuk membantunya di rumah.
            Sebagaimana hari biasanya, Fatimah menemui beliau, tapi saat itu banyak tamu yang sedang menemui ayahnya. Ia pung mengurungkan niatnya untuk bertemu. Besoknya, Rasulullah datang ke rumah Ali dan Fatimah dan menanyakan apa yang ingin disampaikannya kemarin. Tapi Fatimah diam saja, Kemudian Ali menceritakan semuanya kepada Nabi. Namun beliau tidak mengabulkan permintaan Fatimah agar diberi pembantu.
            “Bertakwalah kepada Allah,” ujar Nabi, “dan tunaikanlah tugasmu terhadapNya. Lakukan pekerjaan rumahmu seperti biasanya, dan saat kalian hendak beranjak tidur, ucapkanlah Subhanallah 34 kali, Alhamdulullah 33 kali, dan Allahu Akbar 33 kali, sehingga genap hitungan 100 kali, Ucapan ini akan lebih membantu kalian daripada seorang budak.”

17). Mendengarkan akhirat disebut, ia langsung mencabut tuntutannya
            Ummu Salamah menceritakan tentang dua orang Anshar yang mengadu kepada Rasulullah tentang perselisihan mereka menyangkut warisan. Konflik mereka telah berlangsung lama, dan masing-masing pihak tidak mampu medatangkan saksi.
            Rasulullah berkata, “Kalian mengadukan perselisihan dan tidak satu pun dari kalian memiliki bukti yang cukup. Oleh karena itu aku akan menyelesaikannya menurut jalan pikiranku sendiri. Bisa saja, berdasarkan sebagian bukti, aku selesaikan dengan keputusan yang memenangkan salah seorang, tapi mungkin akan merampas hak orang lain. Pihak yang menang pun seharusnya tidak mau menerima keputusan ini, karena denfan menerimanya , ia seperti menerima bara api yang dimasukkan kelehernya pada Hari Kebangkitan kelak”.
            Mendengar ucapan Nabi ini, keduanya langsung tersungkur dan menangis terisak-isak, “Wahai  Rasulullah...,” mereka meratap, “silakan dia mengambil seluruh bagian yang menjadi hakku.”
            Atas perubahan sikap tersebut, Rasulullah kemudian menyuruh kedua pergi dan mencari sendiri cara penyelesaian dengan bernar dan adil, membagi warisan menjadi dua bagian dan mengambil bagian yang menjadi hak mereka. Dengan demikian masing-masing akan rela dengan bagian yang diterima.

18). Takut kepada Allah membuat tongkatnya terjatuh
            Abu Mas’ud Anshari menuturkan, suatu ketika ia marah kepada budaknya dan kemudian memukulnya dengan tongkat. Tiba-tiba ia mendengar suara dari belakangnya, “Abu Mas’ud, ingatlah...” Tetapi, saking marahnya ia tidak mengenali suara itu. Ketika didekati, barulah ia sadar bahwa orang tersebut adalah Nabi.
            “Engkau harus sadar bahwa Allah lebih memiliki kekuasaan atasmu dibandingkan kekuasaanmu atas budakmu,” ucap Nabi.
            Mendengar itu, Abu Mas’ud menjatuhkan tongkatnya. “Aku tidak akan memukul pembantuku lagi,” ia bersumpah, “dan untuk mencari ridha Allah, aku membebaskan budak ini.”
            “Sungguh, bila engkau tidak melakukan hal ini, pasti api neraka akan membakarmu,” ujar nabi.

19). Takutlah hukuman Allah meskipun berhubungan dengan orang yang lebih rendah
            Sesuatu ketika Rasulullah sedang bersama isterinya, Ummu Salamah. Beliau menyuruh pembantu wanitanya untuk mengerjakan beberapa keperluan, tapi lama sekali ia tidak kembali. Melihat kemarahan di wajah Rasulullah, Ummu Salamah bangkit untuk mencari tahu apa yang terjadi.
            Ia menyimngkap tirai rumah dan menfapati pembantunya sedang bermain dendan anak-anak domba. Ia memanggilnya sekali lagi, dan kali ini ia datang. Rasulullah saat itu sedang memegang kayu siwak.
            “Seandainya aku tidak takut pembalasan di Hari Perhitungan,” ucapnya kepada wanita itu, “aku akan memukulmu dengan kayu siwak ini.”

20). Permintaan terbesar kepada Allah adalah ampunan
            Diriwayatkan dari Anas bin Malik, kaum Anshar mengalami kesulitan mengairi ladangnya, karena kekurangan tong air. Mereka kemudian mendatangi rasulullah dengan harapan beliau dapat memenuhi kebutuhan tong tersebut,atau merencanakan saluran yang dapat mengalirkan air yang melimpah. Rasulullah menemui mereka dan mengucapkan salam tiga kali.
            “Apapun yang kalian minta dariku hari ini pasti akan kupenuhi,” beliau berkata. “Dan apapun yang aku minta dari Allah untuk keperluanmu, pasti akan Ia beri”.
            Mendengar ucapan Nabi tersebut mereka berubah pikiran. “Hal terbesar yang dapat kita minta adalah akhirat,” pikir mereka. “Mengapa kita sia-siakan kesempatan berharga ini dengan meminta dunia?”
            Mereka berkata kepada yang lain, “Ayolah kita gunakan kesempatan ini untuk meminta ampunan kepada Allah.” Lalu mereka berkata kepada Nabi, “Mintakanlah kami ampunan Allah”. Segera Rasulullah berdoa, “Ya Allah, ampunilah kaum Anshar, ampunilah anak-anak mereka,  ampunilah isteri-isteri mereka.”

21). Menghindari Marah
            Abu Hurairah meriwayatkan, seseorang mendatangi Rasulullah dan meminta nasihat beliau. “Jangan marah,” ujar Nabi. Ia meminta nasihat lagi, kedua kali, dan ketiga kali, dan tiap kali Rasulullah mengulangi jawaban yang sama : “Jangan marah.”

22). Mengejar dunia, bukan Akhirat
            Abu Darda bertanya kepada sekelompok orang, “Bagaimana ini? Aku menyaksikan kalian kenyang dengan makanan, tapi sangat lapar ilmu.”

23). Mereka gembira bertemu Allah
            Semasa mudanya, Thalhah bin Barra’ mendatangi Rasulullah, bersumpah setia kepada beliau dan menerima Islam.
            “Aku berada di pihakmu,” ia bersumpah kepada Rasulullah, “Aku akan menuruti apapun perintahmu”.
            “Bagaimana bila aku perintahkan engkau memutuskan hubungan dengan orangtuamu?” tanya Nabi. (Thalhah merawat ibunya dengan kasih sayang yang luar biasa). Segera Thalhah bin Barra’ menyatakan akan memenuhi perintah itu.
            “Thalhah,” Nabi berkata kepadanya, “agama kita tidak mengajarkan seseorang untuk memutus tali kekeluargaan. Aku hanya ingin melihat engkau beriman dengan sepenuhnya.”
            Thalhah bin Barra’ berada dalam pangkuan Islam dan menjadi Muslim yang baik hingga hari ia meninggal. Ketika ia berada dalam sakaratul maut, Rasulullah datang menjenguknya dan mendapatinya dalam keadaan tidak sadarkan diri. “Aku kira Thalhah akan meninggal malam ini,” kata Nabi. Kemudian Nabi pulang dan berpesan agar diberitahu apabila Thalhah siuman.
            Tengah malam, sebelum akhirnya ia benar-benar meninggal, Thalhah berpesan agar Rasulullah tidak usah diganggu di malam yang telah begitu larut. “Bila beliau dalang malam ini, mungkin beliau akan diserang musuh, atau digigit binatang berbahaya,” katanya, berusaha mencegah.
            Thalhah meninggal dunia malam itu, dan Rasulullah tidak diberitahu hingga selesai shalat Subuh. Rasulullah kemudian berdoa, “Ya Allah, sambutlah Thalhah dalam keadaan Engkau dan dia saling bersukacita karena bertemu.”

24). Yang terpenting adalah yang di dalam dada
            Rasulullah menerima keluhan tentang kelakuan Abdullah ibn Hudzaifah. Dikatakan bahwa ia terlalu banyak berkelakar dan bertingkah konyol.
            “Biarkanlah dia,” kata Nabi, “di dalam lubuk hatinya, dia memiliki kecintaan yang besar kepada Allah dan NabiNya.”

25). Memberikan dukungan penuh
            Abu Bakar memanggil seluruh sahabatnya dan mengutarakan keinginannya untuk mengirim pasukan ke Syiria. “Allah akan memberikan pertolongan kepada kaum Muslimin dan menegakkan kalimatNya,” ujar Abu Bakar.
            Dalam perundingan berikutnya, beberapa sahabat menolak keinginan Abu Bakar itu. Namun setelah melewati diskusi-diskusi singkat, seluruhnya—tanpa seorang pun yang berbeda pendapat—meminta Abu Bakar melaksanakan apa-apa yang dia anggap benar.
            Mereka memberikan jaminan : “Kami tidak akan melawan maupun menyalahkanmu.”

26). Dalam dua kemungkinan
            Rasulullah seringkali berdoa, “Wahai yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hati kami dalam iman”. Saking seirngnya Rasulullah mengucapkan doa ini dalam setiap kesempatan, isteri beliau, Aisyah, pernah bertanya, “Ya Rasulullah, mengapa sering benar engkau ucapkan doa itu?”
            Rasulullah kemudia menjelaskan, “Setiap hati manusia berada di antara dua ‘jari’ Allah, Apabila Ia menginginkan hati seseorang lurus, Ia akan jadikan hati itu lurus. Dan bila Ia menginginkannya bengkok, Ia pun akan menjadikannya bengkok.”

27). Hati dan lidah: keduanya baik dan buruk
            Luqman Al-Hakim, seorang budak Abessinia, suatu ketika diminta majikannya untuk menyembelih seekor domba dan mehidangkan baginya dua kerat daging yang terbaik. Luqman melaksanakan perintah tersebut, memasaknya dan mehidangkan lidah dan hati.
            Beberapa hari kemudian, sang majikan menyuruhnya menyembelih lagi seekor domba, dan kali ini memintanya mehidangkan dua kerat daging yang paling jelek. Luqman pun melaksanakannya, namun menghidangkan daging yang sama, yaitu lidah dan hati.
            Majikannya lalu bertanya, mengapa Luqman membawakan daging yang sama untuk kedua permintaannya tersebut.
            “Bila keduanya (lidah dan hati) baik,” jawab Luqman, “tidak ada yang sanggup menandinginya. Tapi, bila keduanya rusak, tidak ada yang lebih buruk daripadanya.”

28). Bersedia demi ketaatan kepada Nabi
            Ketika Mughirah bin Syu’bah mengatakan kepada Nabi keinginannya menikahi putri seseorang, beliau menyuruhnya untuk bertemu dan melihat gadis itu terlebih dahulu. Ia pun lalu melaksanakan saran Nabi tersebut dengan memberitahu orangtua si gadis keinginannya dan perintah Nabi. Namun, orangtua itu menolak anak perempuannya menemui lelaki yang tidak dikenalnya.
            Tiba-tiba gadis tersebut, yang berada di sebelah dan mendengarkan pembicaraan mereka, berkata, “Bila Rasulullah telah memerintahkanmu, maka temuilah aku. Namun bila tidak, demi Allah, aku mohon jangan.”

29). Ketulusan dan kesalehan adalah esensi Islam
            Utsman bin Affan meriwayatkan, Rasulullah pernah berkata bahwa beliau mengetahui pengakuan mana yang akan menyelamatkan seseorang dari api neraka, yang mutlak muncul dari lubuk hati seseorang. Umar mencoba menjelaskan bahwa pernyataan itu merupakan pengakuan kepada para sahabat.
            Menurut Umar, ucapan Nabi itu adalah pengakuan akan ketulusan hati yang telah ditetapkan Allah kepada Nabi dan para sahabat, dan pengakuan keilahian seperti yang dimohonkan Nabi agar diucapkan oleh paman beliau Abu Thalib ketika terbaring sekarat.
            Inti pernyataan tersebut adalah pengakuan bahwa tiada yang patut disembah selain Allah.

30). Iman yang benar menyikapi kegaiban
            Malik bin Anas meriwayatkan bahwa Muadz bin Hanbal mendatangi Rasulullah dan beliau menanyakan Kabar Muadz. “Aku dalam keadaan beriman kepada Allah,” jawab Muadz
            “Setiap pertanyaan pasti mengandung sebab dan makna. Apa maksud pernyataanmu tadi?” tanya Rasulullah.
            Muadz kemudian berkata bahwa ia tidak pernah sekalipun bangun di pagi hari sembari yakin masih akan hidup di sore harinya, dan di malam hari ia tidak berpikir akan angun keesokan harinya. Demikian pula, setiap satu langkah ia tidak bisa memastikan apakah ia akan bisa melangkah lagi.
            “seolah-olah aku menyaksikan sekelompok manusia, bersimpuh, dipanggil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bersama mereka adalah nabi-nabi mereka, para panutan mereka, yang dahulu mereka harapkan pertolongannya di samping Allah. Seolah-olah aku melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana orang-orang yang disiksa di neraka, dan orang-orang yang dikaruniai surga”.
            “Muadz,” ujar Nabi, “engkau telah mencapai makrifat. Jagalah jangan sampai engkau kehilangannya.”

31). Al-Qur’an adalah peringatan, bukan sekadar bacaan
            Aisyah mendengar beberapa orang membaca al-Qur’an sepanjang malam, menghantamkannya sekaligus, bahkan dua kali dalam semalam.
            “Apalah artinya bila al-Qur’an hanya dibaca belaka?” ucap Aisyah. “Dulu aku selalu bangun malam hari bersama Rasulullah, dan yang dibaca adalah surat Al-Baqarah, Ali ‘Imran, dan An-Nissa.
            “Ketika bacaan beliau sampai pada ayat-ayat peringatan, beliau langsung berdoa kepada Allah, memohon perlindunganNya. Dan bila sampai pada ayat-ayat yang berisi kabar gembira, beliau berdoa kepada Allah dan menyampaikan keinginannya atas apa –apa yang disebutkan dalam ayat tersebut.

32). Jalanilah penderitaan dengan sabar, maka kelak dosamu akan dihapuskan
            Suatu ketika Abu bakar membaca ayat ini dihadapan Rasulullah : “Barangsiapa mengerjakan kejahatan, ia akan dibalas dengan kejahatan itu, dan ia tidak mendapatkan pelindung dan tidak pula (mendapatkan) penolong” (QS : An-Nissa : 123)
            Abu Bakar lalu bertanya, “Bagaimana keadaan kita bisa menjadi baik, bila kita dibalas dengan kejahatan yang kita lakukan?”
            “Semoga Allah mengampunimu, ya Abu Bakar,” ujar Nabi. “Pernahkah engkau ditimpa sakit, kepayahan, dan kesukaran? Bukankah engkau kadangkala dirundung kesulitan? Tidakkah engkau sekarang dan nanti akan berbuat kekeliruan?”
            Abu Bakar mengiyakan.
            “Nah, itulah pembalasan di dunia ini atas dosa-dosamu.”



33). Belasungkawa untuk si miskin
            Pernah terjadi, seorang wanita tukang sapu masjid, meninggal dunia. Ia berkulit hitam dan agak kurang waras, dan karenanya sedikit sekali yang menghadiri pemakamannya. Mereka yang hadir pun merasa tidak perlu memberitahu Rasulullah.
            Ketika akhirnya Nabi tahu, beliau meminta supaya lain kali ia diberitahu jika ada di antara kaum muslimin yang meninggal dunia. Siapa saja—tanpa memandang statusnya.

Buku Kecil Kearifan Islam/Maulana Wahiduddin Khan/Seri Satu/Orang-orang yang Beriman/hal.1-34